Rabu, 02 Juni 2010

x1

Unsur_unsur budaya dalam novel ketika cinta bertasbi

Nama :
Npm : 0904286
Prodi : Pbsid II`b


Kajian tentang struktur intrinsik novel Ketika Cinta Bertasbih juga dapat dilakukan secara keseluruhan. Melalui analisis secara keseluruhan ini akan dapat diungkapkan keutuhan dan kekuatan jalinan cerita dari tema hingga gaya bahasa yang telah diwujudkan oleh pengarangnya. Hal yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis karya sastra berjudul Ketika Cinta Bertasbih adalah karena karya ini begitu akrab dengan dunia penulis yang berlatar belakang santri, judulnya mengesankan cinta yang diridhoi Allah di mana cinta pun dapat bertasbih, mengucapkan Subhanallah (Maha Suci Allah). Dan kedua novel ini adalah karya baru di ranah kesastraan Indonesia, seorang penulis berlatar belakang santri yang mampu memberi spirit dan nuansa keislaman yang kental dalam kehidupansehingga dijadikan film oleh perusahhan film Sinemart Picture, mengikuti sukek film Ayat-Ayat Cinta yang meraih empat juta penonton dalam empat bulan.Suatu karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan sosial budaya, artinya, pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu karya sastra. Suatu karya sastra tercipta lebih merupakan hasil pengalaman, pemikiran, refleksi, dan rekaman budaya pengarang terhadap sesuatu hal yang terjadi dalam dirinya sendiri, dan masyarakat.

Karya sastra itu ditampilkan dalam bentuk puisi, prosa, dan prosa liris. Dalam bentuk prosa karya sastra muncul dalam bentuk cerpen, novel, biografi, dan otobiografi. Jadi salah satu bentuk karya sastra berupa prosa adalah novel.Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang mampu memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan kemanusiaan dan kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang seringkali kita dengar bahwa novelis dapat mengajarkan lebih banyak tentang sifat-sifat manusia dari pada psikologi- the novelist can teach you more about human nature than the psychologist (Wellek, 1993:34). Para novelis menampilkan pengajarannya melalui berbagai tema dan amanat dalam novelnya, tema kemanusiaan, sosial, cinta kasih, ketuhanan, dan sebagainya.

Sastra mempunyai dua watak, yaitu watak universal dan watak lokal (Budi Darma,1999:54). Dikatakan universal dilihat dari dari temanya, karena, dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun ditulis pada hakekatnya sama, yaitu seputar cinta kasih, kebahagiaan, ketidakadilan dan lain-lain, hal-hal itulah yang selalu menguasai tema sastra, damanapun, kapanpun, dan oleh siapapun. Dikatakan bersifat lokal karena, meskipun berwatak universal tetapi ciri-ciri lokal, waktu (zaman) pasti ada di dalamnya seperti yang kita kenal dalam periodisasi sastra (sastra lama dan modern). Sastra satu negara dengan sastra negara lain meskipun temanya sama pasti berbeda, sastra suatu bangsa disuatu masa atau kurun waktu yang sama, di negara yang sama, akan menghasilkan karya sastra yang berbeda pula.











Di samping itu faktor pribadi masing-masing pengarang. Tema yang sama digarap oleh dua orang pengarang berbeda pada suatu kurun waktu yang sama, di suatu negara yang sama, akan menghasilkan karya sastra yang berbeda pula (Budi Darma, 1999:54).Misalnya tema cinta, cinta itu universal, cinta ada disegala zaman dan disegala tempat, karya sastra yang bertema cinta baik dalam bentuk puisi, cerpen, novel, drama selalu lahir dari para sastrawa. “Novel Ketika Cinta Bertasbih” buah karya Habiburrahman El Shirazy adalah karya sastra menggarap tema universal pula yaitu cinta, terdiri dari dua seri (Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2). Dia menggunakan majas personifikasi dalam judulnya seakan-akan cinta adalah mahluk hidup yang berakal lalu bisa mengucap tasbih (Subhanallah).Sastra sebagai sebuah karya seni menyodorkan suatu yang menyenangkan, menghibur dan dalam sifatnya yang beragam dan bermanfaat karya sastra memberi pelajaran, pendidikan dan pendalaman moral atau akhlakul karimah. Teori sastra bertugas menjelaskan hakikat dan fungsi karya sastra, diantara teori untuk menjelaskan karya sastra itu adalah teori strukturalisme.

Menurut Nyoman Kutha (2008:91). Strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu berdiri dengan mekanisme antar hubungannya, disatu pihak antara hubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, dilain pihak hubungan antara unsur-unsur dengan totalitasnya.
Jadi berdasarkan pengertian strukturalisme tersebut analisis yang berdasarkan teori ini memberikan perhatian terhadap unsur-unsur karya sastra. Pendekatan yang biasa dipakai dalam mendekati suatu karya sastra-apakah dalam bentuk puisi, cerpen, novel, dan novel adalah pendekatan intrinsik dan ekstrinsik.

Unsur intrinsik ini melihat karya sastra dari unsur formal yang membangunnya, seperti tema, peristiwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang dan gaya bahasa (Nyoman Kutha, 2008:95). Dan unsur eksternal adalah unsur di luar karya sastra itu yang dapat membantu memahami dan menganalisisnya seperti latar belakang budaya, agama dan pendidikan penulis karya sastra tersebut. Hal ini karena dunia sastra adalah dunia imajinatif, hasil percampuran pengalaman, imajinasi, dan wawasan pengarang.

Dengan demikian hubungan antara karya sastra dengan pengarangnya sangatlah saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sebuah karya sastra tidak mungkin ada secara tiba-tiba jika tidak ada yang menciptakannya. Dan kualitas sebuah karya sastra bisa dilihat dari pengarangnya. Contohnya saja pengarang penghuni pesantren melahirkan sastra pesantren. pengarang sebagai antropolis bergandengtangan dengan sastra dalam memahami kehidupan manusia. Pengarang multikultural tergambar dalam kehidupan dunia sastra multicultural. Sebagaiman dikatakan:“Pengarang memiliki posisi yang sangat menentukan. Pada umumnya unsure-unsur kepengarangan dikaitkan dengan asumsi struktur rohaniah, seperti:kapasitas intelektual dan logika, kualitas moral dan spiritual, fungsi-fungsi didaktis dan ideologis. Pengarang dipandang sebagai subjek yang memilki kompetensi yang paling memadai dalam menghasilkan sebuah karya sastra”.
(Dr.NyomanKutha Ratna,2009:194)



Namun di samping itu sastra juga tidak terlepas dari manusia karena keduanya memiliki hubungan yang takkan terpisahkan, manusia merupakan objek penceritaan terbesar dalam sebuah karya sastra terutama novel.“manusia serta kehidupannnya persoalan yang selalu menarik dibahas. Sastra berisi manusia dan kehidupannya. Manusia dan kehidupannya berkait rapat dengan kehidupan sastra. Manusia menghidupi sastra. Kehidupan sastra adalah kehidupan manusia. Manusia beragam melahirkan hubungan sastra dan agama” (Antilan Purba,2009:2).Begitupun kaitan karya sastra dengan Sang Pencipta, jika seorang pengarang yang berjiwa agamais maka ia akan menciptakan sastra yang sarat akan ajaran agama, dan bagiaman dalam sebuah karya sastra nilai ketuhanan para pengarang berusaha memaparkan kaidah-kaidah agama di dalam karya sastra yang diciptakannya. Contohnya saja novel Ketika Cinta Bertasbih ini.

Penelitian terhadap novel Ketika Cinta Bertasbih 1 dilakukan dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik. Pendekatan ini memandang sebuah karya sastra dari struktur intrinsik, pandangan sosial kelompok pengarang, dan kondisi eksternal pengarang untuk menemukan world vision atau pandangan dunia (Wuradji, 2000:61).Pandangan dunia pengarang yang tertuang dalam novel ini patut untuk diketahui, sejauh mana gambarannya. Di samping itu, faktor sosial budaya dan latar belakang (genetika) apakah yang membuat pengarang menelurkan novel ini. Hal ini perlu diketahui karena bagaimanapun pengarang pasti punya landasan kuat dan argumen dalam kapasitasnya sebagai salah satu individu kolektif yang merasakan dan mengetahui problem-problem sosial budaya dalam masyarakat Mesir dan Indonesia.
Struktur karya sastra mengarahkan pada pengertian hubungan antara unsur-unsur pembangunnya (intrinsik) yang bersifat timbal Mesirk, saling menentukan, saling mempengaruhi, dan secara bersama-sama membentuk saatu-kesatuan yang utuh (Nurgiantoro, 1995:36).Novel Ketika Cinta bertasbih ini merupakan salah satu karya sastra Indonesia kontemporer yang kental dengan aspek-aspek religius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar